REFORMASI
YANG DAPAT MEMPERBAIKI NASIB BANGSA DAN MENGANGKAT HARKAT MARTABAT BANGSA
Reformasi merupakan suatu gerakan yang
menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan
kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih
baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi
kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan
faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis
kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Artinya,
reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan
karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan
tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya
pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan
nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum,
sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang
aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan
pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur
dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun
demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi
pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil
dan krisis sosial.
Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
1.
Reformasi Prosedural
adalah tuntutan untuk melakukan
perubahan pada tataran normatif atau aturan perundang-undangan dari yang
berbentuk otoriter menuju aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur
bidang politik harus menjamin adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk
melakukan aktifitas politik. Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya
harus memberikan kesempatan masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai
ekspresi kolektif dari identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur
bidang ekonomi harus melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi
kerakyatan) bukan pengusaha dan penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum
arah reformasi prosedural. Pada konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat
dikatakan telah menjalankan reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998,
peraturan perundang- undangan telah banyak dirubah bahkan peraturan yang
mendasari berdirinya Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah
empat kali dilakukan perubahan (amandemen).
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi
Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun
2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu
dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi
Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun
2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu dengan
adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin
dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era reformasi ini secara prosedural
terbersit harapan adanya repositioning pola relasi antara masyarakat dan
negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim dalam bukunya yang berjudul
Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi, negara telah memberi kesempatan
seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan usaha-usaha produktif guna
memperkuat posisi tawarnya terhadap negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang
dapat merasakan reformasi prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga
model yakni rakyat kapital, rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat
penulis, selama ini reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital
(konglomerat) dan rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat
proletar (masyarakat tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan
bahkan seringkali di eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
2. Reformasi Struktural
adalah tuntutan perubahan institusional
negara dari birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang
hirarkis, sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang
responsif, penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan
istilah-istilah suport system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan ini.
Terbentuknya sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia
telah masuk pada reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural
yang memiliki fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan
langsung dengan masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis
primary), biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan
kedudukan sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah konvensional.
Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah
12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum
Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan
Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki
kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi
dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan (investigasi),
mengajukan pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama
dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan
mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin
dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya,
komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan
membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki
proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran
birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu
birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
3. Reformasi Kultural
adalah tuntutan untuk melakukan perubahan
pola pikir, cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima
segala perubahan menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan
kata kunci untuk mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang
dijelaskan di atas. Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan
struktural hanyalah sebuah simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan
sebuah komputer, reformasi prosedural dan kultural adalah hardwarenya,
reformasi kultural adalah softwarenya. Hardware tanpa software itu bukan
dikatakan komputer yang baik.
Alasan
Terjadinya Reformasi
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupa-kan faktor
atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak
muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mem-pengaruhinya, terutama
ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan orde
baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten
dan konsekuen dalam melak-sanakan cita-cita orde baru. Pada awal kelahirannya
tahun 1966, orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Masih ingatkah kamu akan
pengertian orde baru?
Orde baru adalah tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan pelaksanaan pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan
orde baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat
kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk
mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu telah melahirkan krisis
multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi,
seperti:
1.
Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun
1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan orde baru.
Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu
dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang
sebe-narnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden
Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksa-nakan pemerintahan
orde baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan
demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk
rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Pemerintahan orde baru selalu melakukan
intervensi terhadap ke-hidupan politik. Misalnya, ketika Kongres Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai,
sedangkan pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI.
Keja-dian itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri mulai memanas. Namun,
pemerintahan orde baru yang didukung Golongan Karya (Golkar) merasa tidak
bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh pemerintah dalam rangka
memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun
oleh pemerintah orde baru sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa: 'Kedaulatan ada di
tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat'.
Namun dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan seke-lompok orang tertentu.
Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu
diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme). Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat
dekat para pejabat negara.
Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa
tidak percaya masya-rakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR.
Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang
dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum
cendekia-wan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian presiden,
reshuffle kabinet, menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan
umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk mela-kukan reformasi total
dalam segala bidang kehidupan, termasuk keang-gotaan MPR dan DPR yang dipandang
sarat KKN.
Di samping itu, gerakan reformasi juga
menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket undang-undang politik
yang dianggap sebagai sumber ketidakadilan. Keadaan partai-partai politik dan
Golkar dianggap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Pembangunan nasional selama pemerintahan orde baru dipandang telah gagal
mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan. Bahkan, pembangun-an nasional telah mengakibatkan terjadinya
ketimpangan politik, ekonomi, dan sosial.
Krisis politik semakin memanas, setelah
terjadi peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa itu sebagai akibat
pertikaian internal dalam tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan Suryadi menyerbu
kantor pusat PDI yang masih ditempati oleh PDI pimpinan Megawati. Peristiwa itu
menimbulkan kerusuhan yang membawa korban, baik kendaraan, rumah, pertokoan,
perkantoran, dan korban jiwa. Pada dasarnya, peristiwa itu merupakan ekses dari
kebijakan dan rekayasa politik yang dibangun pemerintahan orde baru.
Pada masa orde baru, kehidupan politik
sangat represif, yaitu ada-nya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak
oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.
2.
Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun
pemerintahan orde baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum
pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan
untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat
dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para
penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf
menyatakan bahwa 'kehakiman me-miliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari
kekuasaan pemerintah (eksekutif)'.
Sejak munculnya gerakan reformasi yang
dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan
dapat ditempatkan pada posisinya secara proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan
dalam kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau
peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para
mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar terwujudnya
kehidupan yang demo-kratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang
sesuai dengan kesalahannya.
3.
Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda
negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan
perekonomian Indonesia. Ter-nyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi
krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1
Agus-tus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo
per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan
Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu
Rp 16,000.oo per dollar.
Melemahnya nilai tukar rupaih
mengakibatkan pertumbuhan eko-nomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis
semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan dan
beberapa bank harus dilikuidasi pada akhir tahun 1997. Untuk membantu bank-bank
yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ternyata,
usaha pemerintah itu tidak dapat mem-berikan hasil karena pinjaman bank-bank
bermasalah justru semakin besar.
Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah
harus menanggung beban hutang yang sangat besar. Di samping itu, kepercayaan
dunia internasional terhadap Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun
semakin melemah. Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia mem-buat kebijakan uang
ketat dan bunga bank tinggi guna membangun kepercayaan dunia internasional.
Namun, krisis moneter tetap tidak dapat diatasi.
Banyak perusahaan yang tidak mampu
membayar hutang-hutang luar negerinya, meskipun telah jatuh tempo. Oleh karena
itu, beberapa perusahaan harus mengurangi kegiatannya dan sebagian lagi harus
menghentikan kegiatannya sama sekali. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK)
terjadi di mana-mana. Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli
masyarakat terus melemah. Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya
semakin melebar seiring dengan terjadinya krisis ekonomi.
Kondisi perekonomian nasional semakin
memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat persediaan sembako semakin
menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya, harga-harga sembako semakin
tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda beberap wilayah Indonesia,
seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah di
pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, peme-rintah meminta bantuan kepada
Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana dari IMF belum dapat
direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal 15 Januari 1998.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
·
Hutang Luar Negeri Indonesia.
·
Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945.
·
Pemerintahan Sentralistik.
5. Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi
merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif
dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik
antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di
beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan
yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan.
Sementara, ketimpangan perekono-mian Indonesia memberikan sumbangan terbesar
terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas,
tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan
faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana
tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
dapat menjadi faktor penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu
mengendalikan dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cende-kiawan dengan
kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah
satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara
besar-besaran. Semangat para maha-siswa telah mendorong para buruh, petani,
nelayan, pedagang kecil untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber
krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi yang tidak
terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut,
tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah mendorong
sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke luar
negeri dengan alasan keamanan.
6. Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda
bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan
Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik
yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah
melahirkan krisis kepercayaan. Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh
para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan
ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi mahasiswa terjadi pada
tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang
berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan, setelah
tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hendriawan
Lesmana, Heri Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan para mahasiswa yang
menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit jumlah, setelah bentrok
dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para demonstran.
Upaya
Mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa
Langkah perubahan menuju perbaikan nasib
bangsa ke depan tidak boleh berhenti pada wacana. Reformasi membuat rakyat
semakin cerdas karena memiliki kebebasan mengekpresikan pikiran dan pendapat
tanpa takut ditekan atau dipenjarakan. Dengan cerdas rakyat ikut memantau
realiasi program dan mencatat semua janji pemimpin. Perubahan harus mencakup
berbagai aspek peningkatan kualitas material, moril, paradigma dan mentalitas
bangsa secara menyeluruh. Itulah tujuan reformasi sesungguhnya. Mewujudkan
perubahan radikal, meningkatkan kesejahteraan moril, material, kesadaran mental
dan rasa keadilan yang tumbuh secara simultan. Terbersit harapan besar untuk
mencapai taraf hidup berkualitas dengan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih
baik bagi semua elemen masyarakat dibanding pra reformasi. Berjuang mengisi
kemerdekaan dengan berupaya terus meningkatkan harkat dan martabat bangsa!
Perlu diingat bahwa perubahan radikal
tanpa visi dan agenda jelas nyaris jadi gerakan sia-sia. Seperti ada invisible
hand yang mempengaruhi kekuasaan dengan menyandera dan menghambat laju gerak
laku perubahan radikal tersebut. Tak
mampu memutus dan mengikis habis anasir jahat, tangan tak terlihat yang ego
sentris. Tidak jelas lagi peran master mind, pelaku program utama, transparansi
tugas pelaksana dan siapa pengawas aktif pemberi kontribusi dari komponen
masyarakat sebagai pelaku reformasi. Pasca reformasi, laiknya semua menjadi
buram, samar-samar bahkan gelap, kecuali kebebasan berekspresi yang coba
dipersempit, dibungkam dan dibungkus melalui RUU rahasia Negara. Seolah-olah
ada penelikung kemajuan ataukah
penghambat reformasi.
Untuk mencapai tujuan nasional bangsa
Indonesia, kita harus mampu menumbuhkan rasa kebangsaan dan menumbuhkan paham
kebangsaan atau nasionalisme yaitu cita – cita atau pemikiran –pemikiran bangsa
dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri). Paham
kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup,
faslafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi
negara. Rasa kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan
yaitu semangat untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk
menjungjung tinggi martabat bangsa.
Bangsa Indonesia sekarang ini sebagian
besar terdiri dari generasi muda yang tidak mengalami masa ”perang
kemerdekaan”.
Rasa kebangsaan generasi muda bisa
berbeda disebabkan mereka tidak mengalami kekejaman masa kolonialisme masa
lalu. Rasa kebangsaan mereka tumbuh dari faktor pendukung lainnya yang dialami secara
langsung dalamberbagai bidang kehidupan.
Tantangan yang kita hadapi dewasa ini
adalah mensejajarkan diri dengan bangsa – bangsa yang telah maju. Namun paham
kebangsaan Indonesia sebagai jati diri bangsa harus dibela secara gigih,
dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan konsekuen oleh
setiap generasi bangsa.
PENUTUP
Kesimpulan
Reformasi merupakan suatu gerakan yang
menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan
kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih
baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi
kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan
faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis
kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan..
Saran
Langkah perubahan menuju perbaikan nasib
bangsa ke depan tidak boleh berhenti pada wacana. Reformasi membuat rakyat
semakin cerdas karena memiliki kebebasan mengekpresikan pikiran dan pendapat
tanpa takut ditekan atau dipenjarakan. Dengan cerdas rakyat ikut memantau
realiasi program dan mencatat semua janji pemimpin. Perubahan harus mencakup
berbagai aspek peningkatan kualitas material, moril, paradigma dan mentalitas
bangsa secara menyeluruh. Itulah tujuan reformasi sesungguhnya. Mewujudkan
perubahan radikal, meningkatkan kesejahteraan moril, material, kesadaran mental
dan rasa keadilan yang tumbuh secara simultan. Terbersit harapan besar untuk
mencapai taraf hidup berkualitas dengan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih
baik bagi semua elemen masyarakat dibanding pra reformasi. Berjuang mengisi
kemerdekaan dengan berupaya terus meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Pertanyaan:
1)
Apa arti dan makna reformasi yang diharapkan?
Reformasi adalah era baru dari
perjalanan bangsa Indonesia, sebuah jalan menuju cita-cita awal pejuang 45 yang
terangkum dalam Pancasila dan UUD 1945. Kehadiran era ini, muncul dari
keresahan masyarakat atas penyimpangan-penyimpangan yang mencedari tujuan awal
terbentuknya NKRI. Sebuah keniscayaan dari keinginan luhur untuk mewujudkan
kehidupan berbangsa yang berdaulat, adil dan makmur.
Gerakan mahasiswa yang menumbangkan
rezim Suharto tidak lahir begitu saja, ia hanya puncak dari kekesalan yang
setiap hari terus berkembang biak. Hingga pada akhirnya muncullah gerakan besar
yang dapat meruhtuhkan kekuasaan Suharto, di mana sebelumnya ia ditakuti oleh
masyarakat, karena setiap ada aksi protes atas kebijakannya langsung ditangkap
dan kadang tak urung kembali pada keluarganya.
Saat ini, kita sudah berada ditahun ke
14 pasca reformasi, namun belum ada sinyal-sinyal positif yang menunjukkan
kesejahteraan masa depan bangsa Indonesia, malah kita dapat menyaksikan sekian
banyaknya persoalan bangsa yang tak kunjung terselesaikan. Lantas dimana
komitmen pemerintah? Apakah masih menunggu gerakan reformasi kedua untuk
menumbangkan rezim yang berkuasa dan kembali membangun puing-puing cita-cita
para pejuang, demi Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur.
2)
Apa yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan Negara menuju tujuan
nasional?
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan
berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses
yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang
ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali.
Unsur-unsur sosial budaya itu antara
lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong. Kedua unsur itu
merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas
kemanusiaan dan kebudayaan.
Karena masuknya kebudayaan dari luar,
maka terjadi proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar
itu adalah kebudayaan Hindu, Islam, Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain
yang beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi
oleh bangsa Indonesia.
Kemudian sifat-sifat lain terlihat dalam
setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama yang senantiasa
dilakukan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang mendorong
terwujudnya persatuan bangsa Indonesia.
terdapat beberapa prinsip yang juga
harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.
Prinsip-prinsip itu adalah sebagai
berikut:
a. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui
bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku,
bahasa, agama dan adat kebiasaan yang majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu
sebagai bangsa Indonesia.
b. Prinsip Nasionalisme Indonesia
Kita mencintai bangsa kita, tidak
berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa kita sendiri. Nasionalisme
Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa lebih unggul daripada bangsa lain.
Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain, sebab pandangan
semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak realistis, sikap seperti itu
juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil
dan beradab.
c. Prinsip Kebebasan yang
Bertanggungjawab
Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap
dirinya, terhadap sesamanya dan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.
d. Prinsip Wawasan Nusantara
Dengan wawasan itu, kedudukan manusia
Indonesia ditempatkan dalam kerangka kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi,
serta pertahanan keamanan. Dengan wawasan itu manusia Indonesia merasa satu,
senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad
dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional.
e. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk
Mewujudkan Cita-cita Reformasi
Dengan semangat persatuan Indonesia kita
harus dapat mengisi kemerdekaan serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat
yang adil dan makmur.
3)
Dalam mengeluarkan pendapat apakah batas-batas yang harus dijaga, supaya tidak
mengganggu stabilitas nasional.
Legislasi atas kebebasan mengemukakan
pendapat diprakarsai oleh Anders Chydenius di kerajaan Swedia. Sekarang hak
untuk mengajukan pendapat, telah dijamin dalam hukum Internasional, terutama
pasal 19 yang berisi hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat.
Dalam hukum Internasional, kebebasan
mengemukakan pendapat di muka umum, dibutuhkan tiga batasan, yakni :
- Sesuai dengan hukum yang berlaku
- Punya tujuan baik yang diakui
masyarakat
- Keberhasilan dan suatu tujuan sangat
diperlukan
Menurut John Stuartmill, untuk melindungi
kebebasan berpendapat sebagai hak dasar adalah ”Sangat Penting Untuk Menemukan
Esensi Adanya Suatu Kebenaran”.
Kesetaraan martabat dan hak politik
mengidentifikasi tentang kesamaan hak politik dari setiap warga negara,
termasuk hak mendapatkan akses untuk informasi politik serta kebebasan
mendiskusikan dan mengkritik figure public. Dalam negara demokrasi, selain
menghargai mayoritas, juga pelaksanaan kekuasaan harus bertanggung jawab dan
responsive terhadap aspirasi rakyat. Di Indonesia sendiri hak ini telah
dicantumkan dalam pasal 28 ayat 28E ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Dasar
1945 yang berisi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
Sebagai contohnya adalah : Tahun 1998 di
saat awal mula tumbangnya pemerintahan Presiden Soeharto, terjadi peristiwa
dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa dan turun ke ruas jalan raya di
kota Jakarta.
Pembatasan terhadap hak dan kebebasan
menyampaikan pendapat khususnya di media berbasis IT memang menjadi satu ganjalan,
bahwa seakan-akan masyarakat tidak dibenarkan menyampaikan kritikan dan sumbang
saran yang nyata-nyata akan memojokkan pihak tertentu, padahal jika kita
mengkaji lebih jauh bahwa peran masyarakat sebagai social controle sangat
penting sebagai sebuah indikator berhasil atau tidaknya pembangunan dan
kualitas pembangunan yang dilakukan pemerintah, jadi kita berharap sekiranya
ini tidak menjadi penghalang bagi setiap warga untuk dapat menyatakan pendapat
dan buah pemikiran mereka, tetaplah pada koridor yang benar bahwa tujuan kita
menyampaikan informasi yang sebenarnya untuk kepentingan bersama.
Pengekangan kebebasan berpendapat di
Indonesia ini, bukan kali pertama terjadi dalam sejarah bangsa kita. Dari rezim
ke rezim, Indonesia mengalami jalan cukup panjang dan terjal mengenai
penegakkan kebebasan berpendapat ini. Meskipun secara jelas aturan mengenai
kebebasan berpendapat dan berekspresi ini tercantum dalam piagam PBB, pada
kenyataannya untuk menegakkannya dalam sebuah negara tidaklah mudah. Rezim yang
berkuasa berikut aktor dan sistem yang juga berkuasa menjadi faktor penentu
bagaimana kebebasan tersebut ditegakkan. Pasalnya, merekalah yang menjadi
penentu kebijakan atas kebebasan berpendapat ini.
Sejarah pemerintahan Indonesia menjadi
gambaran yang cukup kongkrit betapa kebebasan berpendapat di Indonesia dari
rezim ke rezim menjadi perjuangan yang belum sepenuhnya menyuarakan semangat
demokrasi. Masa orde lama dan orde baru, karena pada masa itu keberadaan media
hanya terbatas pada media cetak dan media penyiaran, maka pemerintah memberikan
kekangan yang cukup ketat untuk dua media ini.
Merujuk pada aturan yang lebih
universal. Secara luas, dunia memberikan pengakuan atas kebebasan untuk
mencari, mengumpulkan, dan untuk menyebarluaskan informasi sebagaimana yang
disuarakan dalam piagam PBB ini mengandung arti bahwa setiap orang bisa
mengutarakan pendapat dan ekspresinya dalam bentuk apapun dan melalui media
apapun. Sebagai pembatas agar kebebasan ini tidak kebablasan, secara lebih
lanjut piagam PBB mengemukakannya dalam Pasal 29 yang menyatakan :
(1) Everyone has duties to the community
in which alone the free and full development of this personality possible
(2) In the exercise of the rights and
freedom, everyone shall be subject to such limitations as are determined by law
solely for the purpose of securing due recognition and respect for the rights
and freedoms of others and of meeting the just requirements of morality, public
order, and the walfare in democratic society
Dari sini dapat dilihat bahwa yang akan
menjadi batasan atas kebebasan berpendapat ini adalah undang-undang setempat,
jiwa, masyarakat, ketertiban sosial dan politik masyarakat demokratis.
Undang-undang, ketertiban sosial, dan politik sebagaimana tertulis dalam piagam
PBB ini memang menjadi pembatas yang dalam pengelolaan kebebasan berpendapat.
Namun demikian, bukan berarti undang-undang yang menjadi dasar hukum dalam
suatu negara akan menjadi pengekang. Undang-undang akan menjadi koridor
pembatas saja agar kebebasan pendapat yang diperjuangkan tidak kebablasan.
Melihat dari berbagai pemahaman ini,
kita bisa melihat bahwa kebebasan mengeluarkan pendapat secara lisan maupun
tulisan merupakan hak semua orang. Setiap individu yang hidup dalam suatu
negara hukum, mempunyai kebebasan yang sama dalam berpendapat. Hanya saja
ketika diterapkan dalam setiap media, kebebasan berpendapat ini akan mempunyai
implikasi yang berbeda, tergantung sifat medianya. Namun, bukan berarti hal ini
akan menjadi alasan untuk mengekang kebebasan berpendapat dalam masyarakat.
4)
Factor-faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekang ini?
Pergerakan Reformasi yang dicetuskan
pada era 1997-1998 memang telah mengubah hampir seluruh aspek dari kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia Sistem Politik, pemerintahan, ekonomi,
bahkan pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental sejak pergerakan
yang mampu mengakhiri eksistensi rezim Soeharto tersebut menegaskan diri di
Indonesia. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mencuatlah harapan dan keinginan
dari semua pihak untuk memajukan (kembali) kehidupan bangsa sebagaimana telah
diamanatkan oleh para founding fathers kita dalam Mukadimah UUD 1945.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah
pada sistem pemerintahan. Kita ketahui, sistem pemerintahan Indonesia selalu
mengalami dinamika dan perubahan-perubahan yang kemudian mengubah substansi
dari fungsi pemerintahan itu sendiri. Pada periode 1949-1950, Indonesia
memberlakukan sistem republik federal yang pada perkembangannya hanya menjadi
alat bagi pihak asing untuk menumbuhkan benih-benih separatisme. Kemudian,
Indonesia memberlakukan sistem politik demokrasi liberal dan sistem kabinet
parlementer. Sistem ini terbukti juga tidak berjalan optimal karena adanya
friksi dan pertentangan antarfaksi di parlemen.
Pertentangan yang jelas terlihat pada
PNI yang berideologi marhaen, PSI yang berideologi sosial-demokrat, PKI yang
berideologi sosial-komunis, dan Masyumi yang berideologi Islam. Akan tetapi,
keadaan tersebut semakin diperparah oleh sikap Presiden Soekarno yang
mendeklarasikan diri sebagai dktator melalui dekrit 5 Juli 1959. Alhasil,
Demokrasi terpimpin dengan jargon-jargon seperti Manifesto Politik Indonesia
(Manipol), UUD ’45, Sosialisme, Demokrasi (Usdek), dan Nasionalisme, Agama,
Komunisme (Nasakom) berkuasa sampai G30S/PKI menumbangkan kekuasaan tersebut.
Pada era orde baru, sistem pemerintahan
presidensil yang ketat di satu sisi dapat membawa stabilitas politik di
Indonesia. Akan tetapi, tindakan Soeharto di pertengahan masa jabatannya ternyata
tidak jauh berbeda dengan Soekarno, hanya ingin berkuasa dengan berbagai
kepentingan di dalamnya. Doktrin P4 dan Asas tunggal Pancasila diberlakukan.
Hasilnya, HMI harus mengalami perpecahan menjadi PB HMI yang menerima asas
tunggal dan HMI MPO yang menolak. PII yang merupakan “adik” HMI dengan tegas
menolak asas tunggal dan akhirnya menjadi organisasi bawah tanah.
Penangkapan aktivis terjadi di
mana-mana, mulai dari Tanjung Priok sampai Talangsari Lampung. AM Fatwa, Wakil
Ketua MPR-RI sekarang adalah satu dari aktivis yang ditangkap akibat sikap
represif aparat orde baru. Dalam audiensi pimpinan MPR-RI dengan mahasiswa
5)
Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhi-akhir ini dari
sudut pandang etika. Dan bagaimana semestinya?
Bila kita Mengikuti Perjalanan Pasal 28
UUD 1945 , secara tidak langsung kita telah mengikuti pasang dan surutnya yang
sejalan dengan kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Tidak ada salahnya bila
kita sebagai warga Negara Indonesia mengikuti perjalanan Pasal 28 UUD 1945
tersebut serta dari mana sebenarnya bermula. Pasal 28 ini merupakan dari ide
cemerlang Bung Hatta dengan Konsep aslinya berbunyi, " Hak rakyat untuk
menyatakan perasaan dengan lisan dan tulisan, hak bersidang dan berkumpul,
diakui oleh negara dan ditentukan dalam Undang-Undang.". Adapun Pasal 28
yang merupakan pasal asli UUD 1945 dan tetap dipertahankan, sebagai sebuah
pasal dalam UUD setelah perubahan berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang". Dari rumusan tersebut yang berkaitan
dengan kebebasan berbicara adalah bagian kalimat yang berbunyi, “mengeluarkan
pikiran dengan lisan. Di dalam UUD 1945 dalam pasal 28E juga menerangkan
seperti berikut “ Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. “
Presiden kedua RI Soeharto dengan
rezimnya berhasil dijatuhkan, maka Pasal 28 UUD 1945 secara langsung kembali
dihidupkan. Pasal 28 tersebut berbunyi, "Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya diatur
dengan undang-undang". Hal itu jelas melahirkan Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta tentu saja
Kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu hak paling mendasar dalam
kehidupan bernegara. Hak ini jelas menerangkan berbicara dan mengeluarkan
pendapat yang melekat di setiap masyarakat Indonesia tanpa memandang agama,ras
dan kesukuan. Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk. seperti artikel, tulisan, buku, diskusi, dan berbagai
media lainnya. Semakin dewasa suatu bangsa maka kebebasan berbicara dan
mengeluarkan pendapat semakin dihormati.
Dalam bahasa Inggris, kebebasan berbicara
disebut sebagai free speech. Kebebasan berbicara merupakan salah satu dari hak
asasi manusia (human rights). Hak ini telah diakui sebagai hak konstitusi oleh
banyak Negara yang dicantumkan dalam konstitusi Negara yang bersangkutan. Kalau
penulis boleh sedikit mengambil contoh pada negara lain tentang jaminan HAM (
tentang hak bicara ) misal, Pada tahun 1789 di Negara perancis telah di akui
dan dicantumkan dalam Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia,yaitu kebebasan
berbicara, semantara Konstitusi Amerika mencantumkan hak berbicara ini dalam
Amendemen Pertama 1791 yang menyatakan bahwa; ”Konggres dilarang membuat hukum
(undang-undang) yang mencabut kebebasan berbicara atau kebebsan pers".
Begitupun di rebublik ini , kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai hak
konstitusional dan hak asasi manusia diatur dan dijamin dalam UUD’45 dan
berbagai hukum HAM internasional dan nasional. Dari beberapa kutipan
pencantuman hak berbicara dalam sumber hukum yang tertinggi di ketiga negara
tersebut dapatlah diketahui betapa hak-hak ini dipandang sangat perlu bagi
seluruh manusia. Karena Hal ini menyangkut kebebasan yang terkait dengan
hakekat yang melekat pada diri manausia, yaitu sebagai makhluk sosial yang
bermasyarakat yang secara langsung akan melakukan komunikasi antara satu dengan
yang lain.
namun berbicara mengenai Kebebasan
berbicara dan mengeluarkan pendapat. Hal ini merupakan hak yang mahal harganya
di Indonesia, banyak rambu-rambu hukum dan pengelompokan sosial yang membatasi
kebebasan ini. Sistem pendidikan rasanya kurang menumbuhkan cara berpikir yang
mendukung hak ini, sejak SD sampai Universitas. Hak ini sebenarnya perlu
didukung oleh pendidikan, yang pada akhirnya akan membentuk pola pikir dan
kepribadian yang bisa menghargai manusia dengan perbedaan-perbedaannya. Dalam
sistem kenegaraanpun , kemerdekaan berbicara menjadi sebuah tiang penyangga
pelaksanaan asas pemerintahan negara hukum demokrasi. Dengan adanya kebebasan
berbicara maka akan terjadi kompetisi pendapat dalam wacana publik tentang
gagasan-gagasan yang diajukan yang nantinya akan dipilih oleh masyarakat
banyak. Oleh sebab itulah kebebasan berbicara ini kemudian meliputi pula
kebebasan yang lain seperti kebebasan pers serta penyiaran. Kebebasan pers dan
penyiaran dimaksudkan salah satunya adalah lebih kepada menjaga pluralisme
pendapat dalam kehidupan bernegara khususnya politik yang menjadi prasyarat
dasar bagi demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar